FTIf Journey 2016: Pelatihan yang Luar Biasa



Acara kemahasiswaan yang bertujuan meningkatkan kemampuan softskill para pesertanya mungkin banyak, tapi di acara ini, pertama kalinya aku menemukan sesuatu yang berbeda. Bukan hanya sekadar kemampuan softskill, tapi juga kepekaan sosial. Di sini juga kutemukan arti sesungguhnya kata mahasiswa. Ya, bukan hanya sekadar belajar di kelas, ngerjain tugas dari dosen, asistensi, praktikum, lapres, tapi lebih dari itu. Peka terhadap sosial. Dalam acara kemasiswaan BEM FTIf ITS yang bertajuk "FTIf Journey".

Awalnya aku kira acara ini bakal seperti acara-acara pelatihan lain yang mewajibkan pesertanya untuk berpakaian beper bepel (baju pelatihan) lengkap dengan dasi dan pantofel hitam yang kemudian hanya akan duduk di kelas sambil memperhatikan pemateri yang bikin ngantuk. Ternyata salah. FTIf Journey lebih dari itu. Acara dengan peserta dua jurusan yang dinaungi Fakultas Teknologi Informasi, yaknik Teknik Informatika dan Sistem Informasi, itu sukses memberikan nuansa berbeda yang jauh lebih keren.

Hari pertama, 27 Februari 2016, kami, mahasiswa 5115 dan 5215 (yang anak ITS harusnya ngerti) dikumpulakan di gedung Jurusan Sistem Informasi (JSI) yang terletak di kampus kota ITS. Dengan mengenakan pakaian kaos berkerah dan training kami berbaris di plasa JSI sesuai kelompok yang diberi nama tokoh pewayangan (entah apa tujuan panitia ngasih nama pewayangan, mungkin agar kami tak hanya mengerti kode-kodean, tapi juga pewayangan). Setelah itu, kami dipersilakan masuk ke dalam sebuah ruangan untuk mendengarkan materi pengantar dan lain sebagainya. Mendengar kata ikut materi, yang terlintas pertama adalah ngantuk. Awalnya kami dipandu oleh MC yang mengantarkan acara pembukaan seperti jargon, yel-yel satu FTIf, sambutan ketua pelaksana Mas Fandi (5214), dan ketua BEM FTIf Mas Nanda (5213).

Setelah acara pembukaan dan sambutan-sambutan, seketika ruangan menjadi hening ketika mas-mas dan mbak-mbak penyandang disabilitas dari YPAB (Yayasan Pendidikan Anak Buta) memasuki ruangan dibantu oleh panitia. Ruangan masih hening. Mereka pun, dibantu panitia, menyiapkan alat musik masing-masing. Mereka pun berkata sepatah-dua kata mengenalkan siapa mereka. Seketika tepuk tangan riuh terdengar saat mereka memulai memainkan alat musik (keyboard, gitar, bass, cajon, vokal) dan mulai bernyanyi. Saat itu ruangan kembali hening. Menikmati. Aku sendiri yang duduk di tengah ruangan, menikmati suara merdu dari vokalis. Aku benar-benar kagum dengan mereka.

Setelah itu, acara talkshow dengan mereka, mas-mas dan mbak-mbak penyandang disabilitas dari YPAB sebagai pembicara dimulai. Satu per satu mereka menceritakan aktivitas sehari-hari sambil diselingi candaan dari mereka. Rata-rata dari mereka adalah siswa dan siswi SMP dan SMA. Lagi-lagi aku kagum kepada cerita kegiatan sehari-hari mereka yang tak berbeda dengan kegiatan orang normal pada umumnya. Bahkan ada yang jago memasak, jago memainkan segala jenis alat musik, dan lainnya. Semangat mereka yang tak kunjung menyerah walau sebagai (maaf) penyandang disabilitas menjadi motivasi tersendiri bagiku. Kalian keren, mas-mbak.

Acara berikutnya adalah materi dari mas Febryan Kiswanto, selaku manajer program Gerakan Melukis Harapan yang sekarang diamanahi menjadi presBEM kampus sebelah, sebut saja Unair. Cak Feb bercerita mengenai perjuangan beliau dan rekan-rekannya dalam mengubah lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, Dolly menjadi kawasan wisata baru. Awalnya, program Bu Risma, wali kota Surabaya, yang akan menutup lokalisasi Dolly dipenuhi pro dan kontra dari berbagai pihak. Para Mahasiswa se-Surabaya yang tergabung dalam sebuah komunitas aliansi ini mengaku pro penutupan. Tapi perjuangan para mahasiswa tidak semudah membalikkan telapak tangan. H-1 sebelum Bu Risma menutup Dolly, Kota Surabaya amat mencekam. Teror dari golongan kontra menyeruak dimana-mana. Berbagai macam teror juga diterima aliansi mahasiswa ini. Bahkan saat hari H penutupan, demo besar-besaran dari massa kontra terjadi di mana-mana. Mahasiswa yang saat itu kalah jumlah, terus melakukan upaya agar masyarakat Dolly bisa menerima penutupan ini.

Ruangan FTIf Journey benar-benar hening saat Cak Feb menyampaikan ceritanya.

Singkat cerita, paska penutupan, saat kawasan Dolly benar-benar mencekam (yang kata Cak Feb, mungkin bisa masuk, tapi belum tentu bisa keluar), saat media dilarang meliput Dolly, perwakilan mahasiswa yang berjumlah 4 orang melakukan negosiasi bersama penjaga kawasan Dolly (yang konon adalah orang-orang berbadan kekar, berambut panjang, mirip preman-preman) yang saat itu berjumlah kurang-lebih 40 orang di sebuah rumah prostitusi terbesar di Gang Dolly. Meski negosiasi pertama gagal, para mahasiswa datang kembali untuk kedua kalinya. Dan akhirnya negosiasi kedua dapat diterima namun mahasiswa hanya diperbolehkan melakukan riset saja. Akhirnya, singkat cerita riset tersebut direalisasikan oleh Mas Dalu Nuzulul Kirom, pendiri Gerakan Melukis Harapan untuk mengubah wajah Dolly. Dolly yang dulu terkenal kotor, kini menjadi Dolly yang dapat berprestasi melalui kawasan industri, kawasan wisata, dan lainnya.

Waktu tidak terasa berlalu cepat saat Cak Feb mengakhiri ceritanya. Lagi-lagi aku kagum dengan mas-mbak mahasiswa yang terus berjuang menyelamatkan Dolly. Setelah talkshow dan seminar, para peserta yang telah dibagi grup melakukan games simulasi yang intinya adalah menumbuhkan kepekaan sosial.



Hari kedua, 28 Februari 2016, para peserta disuruh membawa sembako seikhlasnya oleh panitia. Ternyata sembako ini nantinya akan diberikan kepada yang membutuhkan. Kami benar-benar turun ke jalan hari itu. Bukan untuk demo anarkis, tapi untuk menemui saudara kita yang membutuhkan. Orang-orang fakir miskin, pemulung tua, tukang sapu tua, dan lainnya. Mengajak ngobrol, bercengkerama dengan mereka membuat kami benar-benar merasakan apa yang mereka lakukan sehari-hari. Benar-benar kepekaan sosial kami digembleng melalui kegiatan itu. Aku tak henti-hentinya bersyukur karena memang aku lebih beruntung dari mereka.

Di FTIf Journey aku benar-benar merasakan acara kemahasiswaan yang sesungguhnya.
Di FTIf Journey aku benar-benar digembleng kepekaan sosial.
Di FTIf Journey aku mendapatkan pelajaran baru dari orang-orang yang sering terpinggirkan orang lain.
Vivat FTIf!