Badai Besar Substitusi Energi
Oleh:
Ahsanul Marom (2)
Berkenaan dengan tema “Mengapa Pengembangan Energi Alternatif
Terkendala?”
yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul Desa Mandiri Energi di www.darwinsaleh.com,
saya berpandangan bahwa saya kurang setuju dengan pembahsan tersebut, karena
pada kenyataannya DME (Desa Mandiri Energi) tidak berkembang dan tidak menjalar
ke desa atau masyarakat lainnya karena dukungan pemerintah yang nihil.
Memang beberapa desa di beberapa Kota/Kabupaten yang
telah berhasil dengan program Desa Mandiri Energi, mengalami perkembangan yang
cukup pesat diakibatkan bertambah pesatnya pula perekonomian dan pendapatan
desa tersebut. Misalnya desa Wonomulyo, Tanjung Palas Timur, Kalimantan Utara
yang telah memulai Desa Mandiri Energi berbasis Biogas. Atau Desa Mandiri
Energi berbasis PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) kincir, Desa Mengkang, Kecamatan
Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Dan masih banyak
desa lain yang menerapkan program serupa. Memang desa tersebut sudah mampu
menciptakan energi secara mandiri dan menghasilkan pendapatan desa dan daerah
yang lebih besar. Namun, apakah sudah didukung oleh pemerintah pusat?
Dukungan pemerintah pusat mengenai hal ini terkesan
nihil. Jikapun ada, hal itu tak merata sama sekali. Pemerintah pusat terkesan
hanya terima bersih dari penghematan anggaran karena program ini. Lantas tak
ada turun tangan. Oleh sebab itu, desa-desa yang sudah mencanangkan program
Desa Mandiri Energi kurang mampu mengembangkan potensinya. Mereka dengan
swadaya harus mengembangkan sendiri dan mempertahankan program tersebut,
menghindarkan dari arus kehidupan yang keras.
Meski dari namanya saja sudah Desa Mandiri Energi,
namun harusnya pemerintah pusat juga ikut serta mengawasi pelaksanaan sehingga
tercipta hubungan yang koherensi. Pengawasan di sini berarti mengawasi apakah
program tersebut masih berjalan atau malah berhenti total karena merugi, lantas
kehabisan modal. Sungguh disayangkan jika hal itu terjadi. Untuk itu kinerja
pemerintah pusat harus ikut andil langsung dalam program ini.
Selain itu, untuk membentuk Desa Mandiri Energi yang
merata, pemerintah daerah juga harus menyeleksi potensi apa saja yang ada pada
daerah tersebut. Sehingga program Desa Mandiri Energi dapat tersebar di seluruh
desa di Indonesia, sehingga dapat menghemat energi yang ada di Indonesia,
terlebih energi yang tidak dapat diperbarui.
Penghematan energi juga tidak hanya melalui Desa
Mandiri Energi. Penghematan energi juga dapat dilakukan dengan menciptakan
energi alternatif, misalnya dengan menciptakan kendaraan tanpa bahan bakar
minyak, dan lain sebagainya. Sebenarnya menciptakan energi alternatif juga
dapat diperoleh dalam Desa Mandiri Energi, namun menciptakan energi alternatif
secara perseorangan atau kelompok lain, misalnya kelompok mahasiswa, akan jauh
lebih menghasilkan daripada Desa Mandiri Energi, dikarenakan kelompok tersebut
memiliki modal dan kompeten yang sama atau setara.
Penciptaan energi alternatif sebenarnya sudah banyak
dilakukan. Misalnya, mobil listrik Dahlan Iskan yang sempat mencuat dan menjadi
trending topic dalam beberapa minggu.
Namun, lagi-lagi karena dukungan pemerintah yang nihil, tidak bergerak,
menjadikan mobil listrik ini musnah begitu saja ditelan sang zaman. Sungguh
disayangkan. Padahal jika mobil listrik ini dipertahankan dan dikembangkan,
bahkan diproduksi secara luas, mobil listrik ini mampu menghemat bahan bakar
minyak.
Misalnya saja kita asumsikan setiap mobil berbahan
bakar premium dalam sebulan memerlukan premium sebesar 30 liter, maka saat itu
juga apabila peran mobil premium digantikan mobil listrik, negara akan
menghemat 30 liter premium perbulan permobil. Sekaligus sang pengguna mobil
listrik tersebut mampu menghemat Rp195.000,00 dalam sebulan dengan perhitungan 30
liter dikalikan harga jual premium saat ini, Rp6.500,00. Bisa dihitung sendiri
bukan berapa penghematan dalam setahun?
Mobil listrik ini juga dapat mengatasi kelangkaan
bahan bakar minyak saat bencana alam terjadi, yang mengisolir daerah tersebut
sehingga mengganggu pendistribusian bahan bakar minyak. Contoh dari kelangkaan
bahan bakar minyak tersebut terjadi di jalan pantura Jawa Tengah, seperti di
Pati, Kudus, Jepara. Pekan lalu saat ketiga daerah ini terisolir karena banjir
bandang melanda, pendistribusian bahan bakar minyak sangat terganggu. Sekalipun
ada, antrean kendaraan mengular sejauh hampir 1 kilometer. Hasil yang didapat
pun tak sebanding lelah saat mengantre.
Lonjakan kendaraan juga memengaruhi kelangkaan bahan
bakar minyak. Hal ini sering kita temui saat musim mudik atau menjelang
lebaran. Kelangkaan pasti hampir terjadi di setiap kota.
Untuk itu, perlu adanya solusi jangka panjang untuk
dua permasalahan ini. Mobil listrik adalah solusi jangka panjang tersebut.
Dengan diproduksi secara massal, maka akan menarik minat masyarakat untuk
beralih dengan mobil listrik tersebut. Terlebih mobil listrik ini juga ramah
lingkungan.
Dengan demikian, saya juga kurang setuju dengan
artikel “Kiat Atasi Masalah BBM Lebaran”
yang terdapat dalam website www.darwinsaleh.com.
Karena menurut saya langkah yang dilakukan pemerintah dengan cara menambah stok
BBM adalah kurang efektif. Hal tersebut sama saja dengan memanjakan masyarakat untuk menghabiskan BBM dengan
secepat-cepatnya. Lalu bagaimana nasib manusia jika bahan bakar minyak habis,
mengingat minyak bumi adalah bahan tambang yang tidak dapat diperbarui?
Dengan penjelasan sebagaimana di atas, solusi
terbaik adalah menciptakan energi alternatif seperti mobil listrik itu sendiri.
Terlebih jika mobil listrik itu adalah produksi dalam negeri, maka akan lebih
bagus lagi jika diproduksi secara massal. Karena apabila mobil listrik tersebut
produksi dalam negeri, maka harga jualnya pun lebih dapat dijangkau masyarakat,
dikarenakan tidak dikenakan biaya masuk atau impor.
Lalu bagaimana cara memengaruhi masyarakat agar mau
menggunakan mobil listrik?
Permasalah ini tak sulit, namun juga tak mudah.
Perlu peran aktif dari pemerintah pusat dan daerah untuk membujuk dan merayu
masyarakat agar mau beralih ke mobil listrik. Peran aktif tersebut dapat
dimulai dari pemerintahan itu sendiri. Misalnya dengan menggunakan mobil
listrik sebagai mobil dinas kepala daerah dan para stafnya, tentunya mobil
premium lama diberikan untuk kas negara. Jika perlu, jadikan mobil listrik itu
sebagai mobil kepresidenan dan mobil para anggota dewan pusat. Maka dengan cara
tersebut, masyarakat boleh jadi akan tertarik dengan sendirinya.
Bisa juga dilakukan cara yang lain, yang tentunya
lebih berat, yakni dengan pemaksaan
kepada masyarakat. Pemaksaan tersebut antara lain dengan cara menghentikan
impor mobil berbahan bakar minyak dan menggantikannya dengan mobil listrik yang
terpampang rapi di pasaran. Pemaksaan ini juga pernah dilakukan oleh Mahatma
Gandhi. Beliau memaksa rakyat India untuk menggunakan kain asli India dan
menghentikan impor kain dari luar negeri. Memang awalnya rakyat sempat
memprotes kebijakan tersebut. Namun, penjualan kain asli India pun akhirnya
laku di pasar negerinya sendiri, karena mau tak mau rakyat India harus membeli
satu-satunya jenis kain yang ada di pasaran, yakni kain asli India itu sendiri.
Mungkin, Indonesia juga bisa meniru kebijakan ini, tapi bersiaplah dengan
protes dan demonstrasi rakyat yang lebih besar dari rakyat India.
Kesimpulannya, banyak
jalan menuju surga. Banyak cara pula untuk mengganti energi pokok dengan
energi alternatif yang dapat diperbarui. Namun, perlu dukungan dari semua pihak
dan kalangan, baik pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sendiri, sehingga
akan terjadi keselarasan, koherensi, dan keharmonisan hubungan untuk
menciptakan energi alternatif yang dapat dijangkau dan digunakan oleh
masyarakat luas.
Salam Indonesia!
Pati,
30 Januari 2014
***
“Tulisan
ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan
adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”
memang banyak jalan menuju surga, tapi langkah bijak menuju itu harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya kan. kita tidak bisa merubah jati diri bangsa, yg bisa menghargai yg ada dan memaksimalkan yang sudah ada saat ini.
BalasHapusSalam,
@Napitupulu Monitorir memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, anda benar bahwa langkah bijak harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Tapi menurut saya, gebrakan perubahan tersebut bisa saja terjadi jika ada keharmonisan pemerintah dan rakyat, namun perlu waktu panjang untuk merubahnya. Meski sudah dirubah, memaksimalkan yang ada juga harus dilakukan dan tak boleh lupa. Memaksimalkan potensi daerah memang harus dilaksanakan sebijak mungkin.
BalasHapusTerima kasih atas komentarnya