Namanya Pak Dono, seorang walikota di sebuah kota besar. Sebagai seorang walikota yang bertanggungjawab, ia ingin melihat tingkat kemiskinan warganya, menanyakan ke Pak Jono.
"Sampai dengan hari ini, tingkat kemiskinan warga di kota ini meningkat pesat, Pak." jawab Pak Jono. "Data menunjukkan angka 45%."
"Lhah, kok bisa? Bukannya bulan kemarin kalau nggak salah hanya 10%?!" Pak Dono kaget.
"Ya wajar, Pak. Bulan ini kan bulan pendaftaran masuk sekolah dan kuliah."
Namanya Pak Eddy, seorang kepala bidang di sebuah perusahaan. Datang ke kantor keluruhan pagi itu bersama anaknya yang akan mendaftar SMA favorit, mengendarai mobil SUV silver keluaran terbaru. Mencari Pak Lurah, tujuannya. Sayang, Pak Lurah belum ada di kantor pagi itu, masih rapat di kota kecamatan. Dia dan anaknya menunggu. Dilihatnya jam tangan impor dari Eropa yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah 2 jam menunggu. Pak Eddy mulai kesal. Orang disebelahnya iseng bertanya hendak apa.
"Mau minta tandatangan Pak Lurah buat SKTM pendaftaran sekolah anak saya." jawabnya.
Namanya Miko, juara lomba biologi antar SMP di kota kabupaten setahun lalu, tinggal di pulau kecil. Dia termenung pagi ini, memandangi ijazah SMP yang ia pegang erat. Ditariknya nafas panjang, kemudian dihembuskan perlahan. Ijazah itu tak akan berguna, pikirnya. Ya, tak berguna. Dia tak dapat melanjutkan sekolah. SMA terdekat ada di pulau seberang. Jangankan melanjutkan SMA di pulau seberang, untuk perjalanan pendaftaran saja tak ada ongkosnya. Sejak ditinggal sang ayah untuk selamanya tiga bulan yang lalu, bekerja adalah prioritas utama untuknya. Sang ibu hanya pencari umbi di desanya. Sementara kedua adiknya yang kembar, masih duduk di bangku sekolah dasar. Melanjutkan sekolah sudah terhapus dari daftar cita-citanya. Lantas air mata membasahi ijazah itu.*Mohon maaf jika ada kesamaan nama
***
Post ini sengaja saya awali dengan 3 buah cerita fiksi, yang mungkin sebagian dari kalian udah bisa nebak keanehan dalam cerita itu. Itulah potret yang gue amati akhir-akhir ini. Ya, dimasa pendaftaran, baik itu pendaftaran SD, SMP, SMA, maupun Kuliah sekalipun, selalu sama. Fenomena mendadak jadi orang miskin semakin marak terjadi. SKTM atau Surat Keterangan Tidak Mampu seakan udah jadi barang yang paling diidam-idamkan. Padahal, kenyatannya sebagian besar dari pemegang SKTM itu seperti Pak Eddy.
Usut punya usut, kebanyakan orang-orang seperti Pak Eddy memakai SKTM untuk memuluskan jalan anaknya yang daftar di sekolah favorit. Ada kuota tersendiri bagi warga tidak mampu yang ingin melanjutkan sekolah di sekolah tersebut. Nah, orang-orang seperti Pak Eddy ini yang memanfaatkan hal tersebut. Sebagian lainnya, memang menginginkan sekolah gratis dengan surat itu. Hari gini, siapa juga yang nggak pengin gratis? Tapi bagaimana dengan Miko yang seharusnya lebih pantas mendapatkan kuota sekaligus beasiswa itu? Bukannya itu sama aja kayak mendzolimi orang-orang seperti Miko?
Ya, saya agak geram ngeliat para orang tua yang seharusnya tergolong mampu untuk menyekolahkan anaknya, eh malah mengambil hak-hak orang yang lebih membutuhkan. Terlebih lagi yang menggunakan SKTM itu untuk beasiswa kuliah. Dapat beasiswa dengan SKTM, tapi sering ngopi di cafe mewah. Mungkin, bisa jadi si anak yang mandiri dan sudah bekerja paruh waktu untuk "bergaya mewah" tapi mbok ya kalau udah ngerasa mampu, mundur dari beasiswa dengan SKTM tersebut. Karena masih banyak orang yang pantas mendapatkannya.
Bukannya saya iri atau apa, saya cuma "gemas" dengan orang-orang seperti Pak Eddy. Apa ya kalian nggak ngerasa kasihan dengan orang-orang seperti Miko? Apa kalian nggak bersyukur dengan apa yang kalian punya sekarang hingga merasa sebagai yang paling tidak mampu?
Ah, entahlah.....
Ya, saya agak geram ngeliat para orang tua yang seharusnya tergolong mampu untuk menyekolahkan anaknya, eh malah mengambil hak-hak orang yang lebih membutuhkan. Terlebih lagi yang menggunakan SKTM itu untuk beasiswa kuliah. Dapat beasiswa dengan SKTM, tapi sering ngopi di cafe mewah. Mungkin, bisa jadi si anak yang mandiri dan sudah bekerja paruh waktu untuk "bergaya mewah" tapi mbok ya kalau udah ngerasa mampu, mundur dari beasiswa dengan SKTM tersebut. Karena masih banyak orang yang pantas mendapatkannya.
Bukannya saya iri atau apa, saya cuma "gemas" dengan orang-orang seperti Pak Eddy. Apa ya kalian nggak ngerasa kasihan dengan orang-orang seperti Miko? Apa kalian nggak bersyukur dengan apa yang kalian punya sekarang hingga merasa sebagai yang paling tidak mampu?
Ah, entahlah.....
0 komentar:
Posting Komentar
Nggak usah sungkan buat nanya atau nulis disini, selaw aja.
Jangan lupa klik iklannya juga ya, buat support kami :)))